Energi Indonesia | Artikel Efisiensi Energi

Energi Indonesia | Artikel Efisiensi Energi


Indonesia .... Banyaknya tambang,banyak material dibumi pertiwi dan daaratan yang cukup luas ditambah lagi dengan lautan yang tak begitu dalam menjadi Indonesia menjadi salahsatu NEGERI SUMBER ENERGI DUNIA, 

Energi Indonesia

sebagaimana Idonesia yang terletak super strategis dan tentunya di negara kelompok ASIAN, seorang pakar yang bernama Benjamin Disraeli mengatakan “Tidak ada perekonomian tanpa efisiensi.” Kata-kata Benjamin Disraeli ini menemukan kebenarannya pada peta energi modern. Efisiensi adalah salah satu alat terpenting yang kita miliki untuk mengontrol inti produksi energi kita. Lebih dari itu, efisiensi adalah elemen vital bagi perkembangan dan keamanan perekonomian setiap negara. Menurut Laporan Accenture “Catching the ASEAN Wave”, ekonomi di kawasan ASEAN diproyeksikan tumbuh sebesar 735 milyar dolar Amerika hingga tahun 2020. Sementara itu, populasi ASEAN diperkirakan meningkat dari 633 juta menjadi 717 juta pada tahun 2030. Jelas ada kebutuhan mendesak untuk pembangunan energi lebih lanjut.

Menurut Studi penelitian di Boston Consulting Group
Mengatakan " sektor listrik ASEAN, baik di bidang pembangkitan, transmisi, maupun distribusi, akan membutuhkan investasi sekitar 500 milyar dolar seiring meningkatnya permintaan daya listrik regional dari 656 Twh pada 2010 menjadi 2414 Twh pada 2030 (Global Business Report, Oktober 2013). Supaya tren ini bisa menyediakan pertumbuhan ekonomi positif serta memenuhi kebutuhan listrik dari populasi yang makin meningkat, maka dibutuhkan dedikasi yang kuat untuk meningkatkan efisiensi. Hal ini akan mendorong penurunan tarif listrik—kabar baik buat dunia bisnis. Bagaimana ada gambaran ?

Solusinya adalah 
Pertumbuhan kawasan ASEAN secara alamiah telah menghasilkan peningkatan konsumsi energi. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan PDB sebesar 5.2% per tahun dari 2007 hingga 2030, konsumsi energi diperkirakan akan meningkat menjadi 427 MTOE (“million tons of oil equivalent”, atau setara dengan sekian juta ton minyak) pada 2010 menjadi 1018 MTOE pada 2030 (ACE and IEEJ; the 3rd ASEAN Energy Outlook: BAU Scenario). Namun, pada 2011, 160 juta manusia di Asia Tenggara masih hidup tanpa akses listrik. Hampir 80% dari mereka tinggal di daerah terpencil dan pedesaan (The Energy Collective, 2011).
Penyebaran listrik membawa potensi sekaligus tantangan besar bagi kawasan ASEAN, yang terdiri dari 10 negara dan sebagian besar terdiri dari pulau-pulau. Indonesia sendiri terdiri dari 18000 pulau dengan tingkat elektrifikasi 73%, sementara Vietnam 76%. Thailand memiliki tingkat yang lebih baik dengan 99%, tetapi tingkat elektrifikasi di Myanmar hanya 49% (IEA, World Energy Outlook, 2013).
Ada dua model pembangkit listrik yang mungkin menjawab tantangan ini; sebuah rancangan pembangkit listrik nasional, yang disokong oleh jaringan transmisi di seluruh negeri, atau model energi terdistribusi, di mana pembangkit listrik dan pengguna listrik berada di area yang sama.
Pembangkit listrik nasional membutuhkan jaringan transmisi dan distribusi ekstensif, seringkali mahal dan membutuhkan waktu bertahun-tahun hanya untuk membangun infrastrukturnya. Karena banyak negara di kawasan ASEAN masih tergolong negara berkembang secara ekonomi dan “baru” dalam hal demokrasi, mengembangkan infrastruktur listrik yang sesuai untuk memenuhi pasokan dan permintaan sangatlah menantang.
Efisiensi energi dalam membangkitkan tenaga listrik juga sangat terpengaruh oleh pemilihan bahan bakar dan efisiensi pembangkit tenaga listrik itu sendiri. Hal ini termasuk, tetapi tidak terbatas, pada efisiensi operasional dan peralatan. Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi biaya dan kinerja dalam menghasilkan tenaga listrik adalah teknologi.
Saat ini, di kawasan ASEAN, sebagian besar pembangkit tenaga listrik menggunakan turbin uap atau gas. Turbin gas paling efisien di dunia yang tersedia saat ini adalah turbin 9HA, yang memiliki indeks efisiensi 61% (Gas Turbine World publication, Jan 2014). Sebagai tambahan, turbin gas ini menuntut biaya siklus dan menghasilkan karbon emisi terendah. Tidak ada sistem yang menawarkan kapasitas yang lebih tinggi. Inilah jenis perekonomian yang bakal membuat Disraeli bangga.
Di samping tipe pembangkit listrik, pemilihan bahan bakar juga akan berkontribusi pada perbedaan tarif listrik untuk konsumen, rumah tangga, dan tujuan komersil. Melihat bahwa banyak pemerintah negara ASEAN, seperti Malaysia, telah mulai mengurangi ketergantungan pada subsidi bahan bakar, efisiensi teknologi dan pemilihan bahan bakar menjadi pertimbangan yang semakin penting.

Seperti apa sih Sumber listrik yang Menjadi harapan ?
Negara-negara ASEAN seperti Thailand, Indonesia, dan Malaysia pernah mampu menggantungkan sejumlah besar pendapatan mereka dari ekspor gas, yang membantu mengimbangi subsidi. Seiring dengan penurunan jumlah pendapatan cadangan dari sektor ini, subsidi bahan bakar pun akan makin turun. Pemerintah pun kemudian terjebak dalam skenario buah simalakama, antara melanjutkan subsidi bahan bakar fosil, atau menghapus subsidi secara bertahap yang tentunya akan menyusahkan masyarakat, para konsumen akhir.
Karena ini, muncullah kesadaran akan makin terbatasnya stok bahan bakar gas dalam negeri, yang kemudian menimbulkan perdebatan tentang opsi energi alternatif apa saja yang tersedia, seperti batubara dan energi terbarukan. Bagaimanapun juga, pasti bakal memakan waktu beberapa tahun untuk menyamakan kapasitas pembangkit listrik batubara dan gas. Oleh karena itu, konsumen akhir akan lebih diuntungkan (tarik listrik bagi mereka akan jadi lebih murah) jika masalah biaya bagi pengguna akhir yang dipacu oleh Fuel Cost Pass Through (FCPT) ditangani dengan menerapkan solusi-solusi dan teknologi paling efisien dan kompetitif yang tersedia di pasaran.

para regulator akhir-akhir ini cenderung memilih pembangkit listrik batubara skala besar, dampak lingkungan pembakaran batubara membenarkan argumen yang menentang ketergantungan berlebihan pada proses ini. Berdasarkan analisis BCG, 50% kebutuhan listrik Asia Tenggara sekarang akan dipenuhi oleh batubara, dibandingkan 30% pada 2010. Saat ini, batubara menyuplai 29.7% penggunaan energi di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas 44% emisi global CO2—tanda tanya besar bagi keberhasilannya.

Tantangannya ?
Tantangan dari makin meningkatnya permintaan LNG dan masalah pasokan logistik tetap menjadi kasus yang penting. Jepang, importir LNG terbesar, berupaya untuk mengurangi peningkatan tajam harga LNG dengan menggunakan teknologi paling efisien untuk membangkitkan listrik.
Karena biaya gas dapat mencapai 70% dari pengeluaran operasional, sangat penting bagi para pengembang untuk mengadopsi teknologi pembangkit listrik yang paling efisien, termasuk turbin yang memiliki efisiensi terbaik di kelasnya dan memberikan kesempatan bagi mereka agar tetap kompetitif. Salah satu contohnya adalah turbin gas 9HA yang telah dinyatakan sebagai yang paling efisien di dunia, pengurangan limbah CO2, dan, yang terpenting, pengurangan biaya operasional dan perawatan untuk jangka panjang. Semua ini, ditambah dengan kombo pembangkitan listrik yang strategis, akan menjamin biaya listrik yang terjangkau bagi konsumen akhir.

Bagaimana dengan Indonesia Rembang ?
Kota Rembang, daerah tempat tinggal kita, yang saat ini menjadi incaran para pencari energi di indonesia , salahsatunya yang paling jelas terlihat adalah pembangunan Pabrik semen ( masih dalam Proses ) dan Pembangunan PLTU Leran. mungkinan ini termasuk dalam katgory pengefisiensi energi di Rembang agar tidak perlu jauh - jauh memasukkan energy dari daerah lain. atau menjadi penguras energy di kota Rembang ? Waalohu a'lam

ok kita lanjut ke ASEAN lagi
Sistem Distributed Power
Sementara negara-negara seperti Laos, Thailand dan Vietnam di kawasan Mekong Besar mampu saling berbagi infrastruktur sub-regional yang berharga, usaha berbagi jaringan yang serupa pada basis regional yang lebih luas menghadapi tantangan fisik dan masalah-masalah politik (Global Business Report, October 2013). Distributed Power sebenarnya menyediakan jawaban yang masuk akal bagi tantangan-tantangan tersebut. Produksi energi on-sitememungkinkan akses listrik di wilayah pedesaan dengan atau tanpa jaringan listrik, selain cukup fleksibel untuk beroperasi dalam peraturan lingkungan yang ketat. Distributed Power juga membawa keuntungan tambahan, meningkatkan efisiensi industri dan perumahan untuk menjamin ketersediaan listrik darurat dalam kondisi bencana alam atau pemadaman listrik yang direncanakan. Sepertinya sudah tersedia solusi lokal dan aman untuk memenuhi kebutuhan energi kawasan ASEAN, solusi yang mampu memberi landasan untuk kerjasama lebih lanjut di masa depan.
Tentu saja, telah ada beberapa contoh yang mengagumkan dari hasil kerja sistem ini:
Indonesia
Kemitraan sukses yang terjalin dengan Perusahaan Listrik Negara untuk memanfaatkan serpihan kayu dan teknologi Jenbacher untuk menggerakkan pembangkit listrik tenaga biomassa yang menghasilkan 1 MW listrik.
Malaysia
Kolaborasi dengan perusahaan Malaysia dalam memanfaatkan biogas dari limbah pabrik minyak kelapa sawit untuk menghasilkan tenaga listrik menggunakan teknologi mesin gas Jenbacher.
Kamboja
Sekam padi digunakan sebagai sumber daya di daerah pedesaan Kompong Thom, menggunakan teknologi mesin gas Waukesha. Surplus dari 1,5 MW listrik yang dihasilkan dijual ke jaringan lokal, menyediakan power supply ekonomis dan membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.
Filipina
Satu jam ke arah selatan Manila di Filipina terletak peternakan babi Cavite Pig Farm, yang memelihara 100.000 babi dan memakai mesin kompresi gas Waukesha. Mesinnya memanfaatkan sumber bahan bakar yang tidak biasa, yaitu metana dari kotoran babi, yang diolah sehingga menyediakan listrik untuk menjalankan operasi peternakan dengan biaya lebih rendah.

Tenaga angin dan matahari sebagai sumber energi
Segala diskusi tentang sumber energi alternatif tidak akan lengkap tanpa menyebutkan tenaga angin dan matahari—keduanya makin sering digunakan sebagai sarana pembangkit energi.
Vietnam telah sukses memasang 10 turbin angin di Bac Lieu, dan akan segera menambah 52 turbin angin lagi yang bakal menghasilkan jumlah total 99,2 MW energi angin ketika memulai operasi komersilnya pada Oktober 2014. Turbin angin 1,6-82,5 MW ini adalah mesin kelas megawatt yang paling banyak digunakan dalam industri listrik—lebih dari 19.000 unit telah terpasang di seluruh dunia. Jelas, kepercayaan terhadap teknologi ini makin hari makin meningkat.
Ke mana lagi kita dari sini?
Saat pembuat kebijakan, pengawas, dan perusahaan listrik negara berupaya mengidentifikasi kombinasi pembangkit listrik yang optimal, mereka harus memilih teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi operasional sekaligus menghemat biaya. Negara berkewajiban untuk mengambil keuntungan dari teknologi paling efisien yang tersedia. Turbin yang lebih efisien mampu menyediakan efisiensi operasional tersebut: menggunakan lebih sedikit bahan bakar, dan mengurangi pemborosan sumber daya alam yang makin lama makin menyusut. Jika dilaksanakan dengan tepat, strategi ini akan mewujudkan penghematan biaya, tarif listrik yang lebih murah buat konsumen akhir, serta mengurangi kerusakan lingkungan. Begitulah seharusnya masa depan kita.
sembari mikir kota tercinta menikmati Puisi Perjumpaan semoga bisa melegakan perasaan.
Demikianlah artikel Energi Di Indonesia semoga bermanfaat dan paling tidak enak dibaca. salam Rembang Online

0 komentar " Energi Indonesia | Artikel Efisiensi Energi ", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar